Welcome to punyahari.blogspot.com...selamat datang di punyahari.blogspot.com

Rabu, Mei 22, 2013

Teori Bahasa

Bahasa Berdasarkan Asal Usul
Menurut Keraf linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistic berasal dari kata lingua ( bahasa Latin ) berarti bahasa. Kata lingua itu masih dapat dijumpai dalam bahasa-bahasa tertentu yang menyerap bahasa Latin, seperti: dalam bahasa Perancis digunakan kata langue dan langage; dalam bahasa Spanyol digunakan kata langua; dan dalam bahasa Itali digunakan kata lingua. Selain itu, dalam bahasa Inggris, yang dipinjam dalam bahasa Perancis, yang sekarang digunakan kata language. (Keraf. 1991. Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia : 6)
Menurut Verhar dalam santun bahasa, linguistik yang berarti ilmu bahasa dikenal sebagai linguistics dalam bahasa Inggris dan sebagai linguistique dalam bahasa Prancis. Dari kedua istilah tersebut, maka lahirlah kata “linguistik” dan “linguistis” dalam bahasa Indonesia. Kata “linguistik” lebih merujuk kepada kata benda atau noun, sedangkan kata  “linguistis” lebih merujuk kepada kata sifat atau adjective. (Moeliono. 1991. Santun Bahasa : 15)
Secara populer Wina Sanjaya mengartikan linguistik sebagai: 1) ilmu tentang bahasa, 2) ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian, 3) telaah ilmiah mengenai bahasa manusia, dan 4) penyelidikan bahasa secara ilmiah. (Wina Sanjaya,2007.  Strategi Pembelajaran : 132)
Bahasa di dunia ini sangat beragam dan berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Setiap bahasa memiliki karakter, ciri, dan keunikannya masing-masing, baik dari segi fonologi, morfologi, maupun sintaksisnya. Akan tetapi, bahasa-bahasa itu juga mempunyai sifat-sifat universal, artinya setiap bahasa memiliki kesamaan-kesamaan yang berlaku secara umum. (Wina Sanjaya,2007.  Strategi Pembelajaran : 132)
Meskipun bahasa merupakan gejala alami dan tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, artinya tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa, tetapi sulit sekali diberikan definisinya. Hal itu tampak dari beragamnya definisi tentang bahasa itu.
Pada pemaparan berikut ini dikemukakan beberapa definisi bahasa diambil dari berbagai sumber sebagai bahan kajian, di antaranya:
1. Bahasa adalah alat komunikasi antara masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf. 1991. Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia : 6)
2. Bahasa adalah alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, gestur, atau tanda-tanda yang disepakati, yang mengandung makna yang dapat dipahami (Woster’s Third New International Dictionary of the English Language, 1961:1270).
3.  Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berinteraksi, serta mengidentifikasi diri (Kridalaksana dan Kentjono,1982:2)
4. Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu untuk berkomunikasi atau berinteraksi (Finochiaro,1946:8).

2. Bahasa Menurut Para Ahli
Beberapa defenisi bahasa menurut para ahli dapat kita lihat di bawah ini :
1. Berber dalam nukunya The Story of Language ( 1964 : 21 ) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu system tanda yang berhubungan dengan lambang bunyi – bunyi suara dan digunakan oleh suatu kelompok masyarakat untuk berkomunikasi dan bekerja sama.
2.  Badadu dalam bukunya Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III ( 1989 : 3 ) mengatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu – individu sebagai manusia yang berpikir, merasa, dan berkeinginan. Pikiran, perasaan, dan keinginan baru berwujud bila dinyatakan, dan alat untuk menyatakan itu adalah bahasa.
3. Kridalaksana dalam bukunya Kamus Linguistik ( 1983 : 17 ) mengatakan bahwa bahasa adalah system yang arbiter, yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
4. Keraf dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia ( 1984 : 16 ) mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh lat ucap manusia.
5.  Sapir dalam bukunya Language ( 1921 : 8 ) mengatakan bahwa bahasa metode atau alat penyampai ide, perasaan, dan keinginan yang sungguh manusiawi dan non-instingtif dengan mempergunakan sistem simbol – simbol yang dihasilkan dengan sengaja dan sukarela.
Dari  semua pendapat para pakar linguistik di atas, dapat diperhatikan bahwa ada tiga sifat bahasa yang sama – sama mereka utamakan yaitu bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang, sebagai alat komunikasi, dan digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat. Jelas sudah, bahwa semua lapisan masyarakat perlu belajar dan mengetahui bagaimana hakikat bahasa yang sebenarnya.

      3. Teori Belajar Bahasa
a. Teori Behaviorisme
John B. Watson mengemukakan sebuah teori konspirasi mengenai sebuah teori belajar manusia. Di dalam teorinya, ia mengungkapkan bahwa teori belajar Behavorisme memusatkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Dalam teori ini, tanpa kita sadari bahwa teori ini mengungkapkan bahwa tindak balas atau respons diakibatkan oleh adanya rangsangan atau stimulus. Atau dalam kata lain, aksi berawal oleh adanya reaksi. Sehingga tanpa kita sadari sebab menghasilkan akibat.
Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimennya, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Pada teori yang lainnya, ilmuan kaum behavioristik Skinner, berhasil  mengungkapkan pada sebuah teori yang bernama Behavior Skinner. Dalam teori tersebut mengungkapkan bahwa Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Teori skinner tentang perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant conditioning.
Menurut Skinner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan. Kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan. Bila akibatnya hukuman, atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan akan disingkirkan.
Jadi, pada teori ini kita mengetahui tentang akibat dan sebab perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Seandainya hal itu baik menurut individu itu maka akan terus dipertahankan atau akan ditingkatkan terus. Begitu juga sebaliknya, apabila individu tersebut merasakan hal yang dilakukannya itu buruk, maka hal yang dilakukannya itu pun akan segera dikuranginya atau bahkan ditinggalkanya.
Sebagai contoh dapat kita saksikan perilaku anak-anak di sekeliling kita. Ada anak kecil menangis meminta es pada ibunya. Tetapi, karena ibunya yakin dan percaya bahwa es itu menggunakan pemanis buatan maka sang ibu tidak meluluskan permintaan anaknya. Sang anak terus menangis. Tetapi sang ibu bersikukuh tidak menuruti permintaannya. Lama kelamaan tangis anak tersebut akan reda dan lain kali lain tidak akan minta es semacam itu lagi kepada ibunya, apalagi dengan menangis. Seandainya anak itu kemudian dituruti keinginannya oleh ibunya, apa yang terjadi? Pada kesempatan yang lain sang anak akan minta es lagi. Apabila ibunya tidak meluluskannya maka ia akan menangis dan terus menangis sebab dengan menangis ia akan mendapatkan es. Kalau ibunya memberi es lagi maka perbuatan menangis itu dikuatkan. Pada kesempatan lain dia akan menangis manakala ia meminta sesuatu pada ibunya.
b.  Teori Nativisme atau Mentalistik
Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Seorang anak lahir dengan piranti bawaan dan segudang potensi bawaan untuk memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis sejak lahir.
Chomsky (Ellis, 1986: 4-9)  yang merupakan kumpulan komunitas yang mengemukakan tokoh Teori Nativisme mengatakan bahwasannya hanya manusialah satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (language Acquisition Device). Pada teori ini lebih menekankan pada cara manusia memperoleh bahasa yang telah ia miliki, dan cenderung pada bahasa yang telah dimiliki seseorang merupakan sebuah anugrah yang sedikit demi sedikit akan mengalami perkembangan hingga ia mampu membuka kemampuan berkomunikasi yang akan dimilikinya.
c.  Teori Kognitivisme
Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Konsep sentral teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari kematangan kognitifnya.
 Jadi, konsep kognitifistik bersumber pada hasil dari belajar anak dan tidak berasal dari luar kognitif anak , seperti afektif dan lain-lain. Konsep ini pula menjelaskan tentang dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir, belajar terjadi dari kegiatan mental internal dalam diri kita, belajar bahasa merupakan proses berpikir yang kompleks. Menurut Piaget, Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan lingkungan lingualnya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
a. Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif
b.Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru
c.Disquilibrasi: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahuinya.
d.      Equilibrasi: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
d. Teori Fungsional (Interaksionis)
Bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia. Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendirisebagai manusia.
Menurut Slobin. Teori Fungsional (Interaksionis) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema batin konjungsi. Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata bahasa.
e. Teori Konstruktivisme
Beberapa tokoh  ahli kontruktivisme Jean Piaget dan Leu Vygotski menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau tanya jawab, serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang diujikan dengan aspek lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
Siswa dapat benar-benar memahami konsep ilmiah dan sains karena telah mengalaminya. Dalam kerjanya, ahli konstruktif  menciptakan lingkungan belajar yang inovatif dengan melibatkan guru dan pelajar untuk memikirkan dan mengoreksi pembelajaran. Untuk itu ada dua hal yang harus dipenuhi, yaitu:
Pembelajar harus berperan aktif dalam menyeleksi dan menetapkan kegiatan belajar yang menarik dan memotivasi pelajar, Harus ada guru yang tepat untuk membantu pelajar-pelajar membuat konsep-konsep, nilai-nilai, skema, dan kemampuan memecahkan masalah. Sehingga muncul hubungan yang dapat menambah komunikasi antara pembelajar dan pelajar dan menambah terjadinya proses belajar bahasa yang benar-benar diharapkan terjadi. 
f. Teori Humanisme
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah masyarakat.  Seorang tokoh  ahli pada teori humanisme Coombs (1981) menyatakan bahwa:
Pengajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa
a.Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
b. Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi).
c. Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan mampu.
d.Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi. suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti.

0 komentar:

Terima Kasih sudah berkunjung ke punyahari.blogspot.com