Definisi Cinta
Cinta merupakan salah satu emosi yang dimiliki manusia. Namun banyak orang bahkan terkadang tidak mengerti apa itu cinta. Definisi cinta bisa sangat bermacam-macan tergantung pada konteks cinta itu sendiri. Secara universal cinta bisa berarti sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
Bahkan para pakar memilah-milah definisi cinta itu sendiri.
1. Cinta terhadap keluarga
2. Cinta terhadap teman-teman, atau philia
3. Cinta yang romantis atau juga disebut asmara
4. Cinta yang hanya merupakan hawa nafsu atau cinta eros
5. Cinta sesama atau juga disebut kasih sayang atau agape
6. Cinta dirinya sendiri, yang disebut narsisme
7. Cinta akan sebuah konsep tertentu
8. Cinta akan negaranya atau patriotisme
9. Cinta akan bangsa atau nasionalisme
Ternyata cukup banyak juga ya?? Well lanjut.. Dalam perjalanannya cinta terkadang miliki perbedaan yang sangat tipis dengan persahabatan. Dalam cinta interpersonal, terdapat unsur-unsur di dalamnya. Diantaranya adalah :
* Afeksi: menghargai orang lain
* Ikatan: memuaskan kebutuhan emosi dasar
* Altruisme: perhatian non-egois kepada orang lain
* Reciprocation: cinta yang saling menguntungkan
* Commitment: keinginan untuk mengabadikan cinta
* Keintiman emosional: berbagia emosi dan rasa
* Kinship: ikatan keluarga
* Passion: nafsu seksual
* Physical intimacy: berbagi kehidupan erat satu sama lain
* Self-interest: cinta yang mengharapkan imbalan pribadi
* Service: keinginan untuk membantu
Dalam Ilmu Psikologi (jangan salah, ye gini-gini gw juga belajar psikologi), Cinta memiliki 3 komponen, Yaitu :
Keakraban (Intimacy), Komitmen (Commitment) dan Gairah (Passion).
Sedangkan dalam Science khususnya Ilmu Kimia atau Biologi (ternyata sains juga ada Cinta ya??), dalam Neuroscience (cari sendiri apa itu) menyebutkan bahwa dalam otak terjadi reaksi kimia ketika perasaan cinta itu timbul. Reaksi kimia ini berkaitan dengan hormon Testoteron, Ostrogen, Dopamin, Norepinephrine, Serotonin, Oxytocin, and Vasopressin (wekss).
Diluar semua tinjauan berbagai bidang di atas, cinta merupakan sebuah perasaan yang sangat menakjubkan. Terkadang manusia bisa melupakan segalanya dan tidak berpikir logis hanya karena satu kata yang bernama CINTA. Namun cinta juga merupakan sebuah bahasa kesatuan yang membuat dunia bisa damai. Seperti kata Slank “Piece And Love”.
Psyche of Love
Sudah banyak lagu digubah, puisi ditulis, dan kanvas dilukis untuk menggambarkan cinta. Tapi apakah cinta itu sebenarnya? Tentunya seorang pelukis akan berbeda dengan seorang pencipta lagu dalam menjelaskan cinta. Bahkan setiap orang akan mendefinisikan cinta dengan cara yang berbeda. Sah-sah saja.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, sudah lama tertarik dengan konsep cinta (misalnya Eric Fromm, Maslow) karena manusia satu-satunya makhluk, konon, yang dapat merasakan cinta. Hanya saja masalahnya, sebagai sebuah konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara ilmiah. Dalam tulisan ini dipilih teori seorang psikolog, Robert Sternberg, yang telah berusaha untuk menjabarkan cinta dalam konteks hubungan antara dua orang.
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Sternberg terkenal dengan teorinya tentang segitiga cinta (bukan cinta segitiga, lho). Segitiga cinta itu mengandung komponen: (1) keintiman (intimacy), (2) gairah (passion) dan (3) komitmen.
Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu, dan ada keinginan untuk bergandengan tangan atau saling merangkul bahu.
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Strenberg, setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen (lihat tabel). Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar, (dalam beberapa budaya) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui perkawinan.
Cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam konteks pacaran atau perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tipe Komponen yang hadir Deskripsi
Nonlove Ketiga komponen tidak ada Ada pada kebanyakan hubungan interpersonal, seperti pertemanan biasa (hanya kenalan saja)
Liking Hanya keintiman Ada kedekatan, saling pengertian, dukungan emosional, dan kehangatan. Biasanya ada pada hubungan persahabatan (bisa sesama jenis kelamin)
Infatuation Hanya gairah Seperti pada cinta pada pandangan pertama, ketertarikan secara fisik, biasanya mudah hilang
Empty love Hanya komitmen Biasanya ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu yang panjang (misalnya pada pasangan usia lanjut)
Romantic love Keintiman dan gairah Hubungan yang melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, tanpa ada komitmen (pacaran atau perkawinan)
Companionate love Keintiman dan komitmen Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan (juga persahabatan suami-istri)
Fatous love Gairah dan komitmen Hubungan dengan komitmen tertentu (misalnya perkawinan) atas dasar gairah seksual. Biasanya pada suami istri yang sudah kehilangan keintimannya
Consummate love Semua komponen Menjadi tujuan dari hubungan cinta yang ideal
Sumber: Papalia; Olds & Feldman. (1998). Human development (7th ed.). Boston: McGraw Hill
Pada remaja, diharapkan mereka mulai mengenali cinta melalui hubungan yang mengandung komponen keintiman. Mulai dari tahap perkenalan, lalu menjadi teman akrab, lalu sahabat. Pada tahap persahabatan, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis kelamin, diharapkan berkembang perasaan hangat, kedekatan dan emosi-emosi lain yang lebih kaya. Dalam hubungan antar jenis, persahabatan dapat berkembang dengan komitmen pacaran. Pada tahap pacaran ini keintiman dapat muncul komponen gairah dengan proporsi yang relatif rendah.
Pada pasangan yang telah dewasa, bila faktor-faktor emosional dan sosial telah dinilai siap, maka hubungan itu dapat dilanjutkan dengan membuat komitmen perkawinan. Dalam perkawinan, diharapkan ketiga komponen ini tetap hadir dan sama kuatnya.
Pada budaya tertentu, komitmen dianggap sebagai kekuatan utama dalam perkawinan. Karena itu banyak perkawinan (dalam budaya tersebut) yang hanya dilandasi oleh komitmen masing-masing pihak pada lembaga perkawinan itu sendiri. Perkawinan dipandang sebagai keharusan budaya dan agama untuk melanjutkan keturunan, atau karena usia, atau untuk meningkatkan status, atau sebab-sebab lain. Perkawinan seperti ini akan terasa kering karena baik suami maupun istri hanya menjalankan kewajibannya saja.
Variasi lain, perkawinan hanya dianggap sebagai lembaga yang mensahkan hubungan seksual. Perkawinan semacam ini kehilangan sifat persahabatannya, yang ditandai dengan tidak adanya kemesraan suami istri, seperti makan bersama, berbincang-bincang, saling berpelukan dan sebagainya.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pola hubungan cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan persaan cinta mereka (atau malah bertengkar melulu), hubungan awal dengan teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dan seterusnya, akan membekas dan mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri. Seperti apakah cinta menurut kamu?
Memang teori Strenberg tentang cinta ini belumlah lengkap dan memuaskan semua orang. Misalnya bagaimana teori ini dapat menjelaskan cinta ibu terhadap anaknya? Atau bagaimana cinta dapat dipertentangkan dengan perang dan kebencian? Hanya saja, sebagai sebuah deskripsi ilmiah terhadap fenomena cinta, teori ini dapat dikatakan cukup membantu dalam memetakan pola-pola hubungan cinta antar individu. Apa komentar kamu?
Beda Antara Cinta Romantis dan Cinta Sejati
CINTA romantis dapat dijabarkan sebagai sesuatu yang imajinatif dan tidak praktis, misterius, dan fiktif. Cinta romantis merangsang eksitasi petualangan emosional, pemenuhan idealisme dan sering dilandasi keterikatan emosional yang bisa berlanjut sepanjang hidup atau hanya berlangsung dalam waktu singkat.
Cinta romantis diterima secara sosial, walaupun sering terasa tidak lebih dari sebagai suatu delusi dan keadaan tergila-gila. Padahal, cinta romantis hanya sekadar merupakan "tipuan", karena ditandai sesuatu yang menjanjikan lebih daripada apa yang sebenarnya bisa diberikan.
Umumnya orang cenderung memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dengan dua cara yaitu: (a) penghayatan pe-rasaan atau emosi secara menyeluruh. Penghayatan perasaan tersebut didominasi oleh "bagaimana saya merasakan tentang dirimu" sebagai suatu reaksi antara satu orang dengan orang lain. (b) Pelibatan aspek emosi lebih merupakan reaksi emosi primer yang terkait dengan "bagaimana sa-ya merasa tentang diriku".
Jadi, intensitas penghayatan perasaan dihubungkan dengan seseorang yang ada di luar dirinya yang mampu menghin-darkan orang tersebut dari perasaan kekosongan yang ada dalam dirinya sendiri. Dapat disimpulkan, fokus cinta romantis ada pada diri orang lain, dalam hal ini pasangannya.
Cinta romantis terdiri dari elemen emosional kuat yang berasal dari fusi antara satu orang dengan orang lain, sehingga hanya sedikit makna yang menyertakan kapan perasaan itu mulai berkembang dan kapan perasaan itu berakhir karena tidak adanya ruang atau jarak serta waktu antara diri sendiri dengan orang yang dicintainya.
Rasa sakit/terluka pada salah seorang pasangan merupakan rasa sakit/terluka pada diri sendiri. Setiap hal dinilai dan dimaknakan personal, misalnya "apabila kamu pergi ke bioskop sendiri, maka itu berarti kamu meninggalkan diri saya". Jadi, dalam hal ini terbentuk perasaan kebersamaan dan saling memiliki satu sama lain secara sempurna antara dua orang yang terlibat cinta romantis.
Di balik perasaan romantis itu terkandung fusi dari ketakutan akan kesepian dan kegagalan dalam penerimaan diri seseorang. Makin rendah rasa percaya diri seseorang, semakin tinggi harapan orang itu agar orang lain sama seperti dirinya. Semakin tinggi pula upayanya mencoba dan ber-harap mendapatkan pemuasan kebutuhan akan keyakinan diri agar dapat dibangkitkan keyakinan diri orang yang dicintainya. Kondisi cinta romantis betul-betul merupakan harapan yang tidak realistis.
Harapan ada pada pasangan yang menjalin cinta kasih romantis justru cenderung mendapatkan kekecewaan yang lebih besar di kemudian hari. Erich Fromm (1956) berpendapat, cinta romantis merupakan bukti dari kondisi rasa kesepian yang sangat mendalam. Segera setelah penerimaan cinta romantis menurun atau bahkan hilang, maka pola dasar proses berpikir, perasaan, dan perilaku realistis akan muncul kembali.
Biasanya topik rasa tanggung jawab yang mengikuti ikatan kasih yang realistis menjadi berbaur dengan kondisi saling menyalahkan pada dua orang yang sebelumnya terlibat cinta romantis. Kondisi itu diikuti dengan runtuhnya harapan awal yang tidak realistis, untuk kemudian menghadapi kenyataan yang ditandai argumen, ketidaksepakatan terhadap rasa tanggung jawab masing-masing pasangan, peningkatan rasa marah yang akumulatif, dan perlahan tetapi pasti kedua belah pihak akhirnya akan merasa terluka. Kenyataan lanjut yang dihadapi pasangan adalah interrelasi mereka akhirnya menjadi kabur dan tidak jelas bagi kedua belah pihak.
Transisi dari cinta romantis ke cinta sejati
Cinta romantisme merupakan bagian dari masa muda yang penuh gairah. Serentak setelah kedua pasangan tumbuh dan bertambah usia, maka iklim emosional dalam diri kedua pasangan akan ditandai oleh apa yang mereka inginkan, apa yang mereka harapkan, hasrat apa yang ada pada diri mereka, serta bagaimana mereka menghayati diri mereka secara emosional.
Afeksi yang lembut dan kesetiaan menjadi aspek dari cinta yang penuh kesabaran, yang secara simultan, dengan disertai atau tidak disertai nilai-nilai romantisme. Serentak setelah cinta romantis sirna, maka cinta romantis akan digantikan dengan upaya-upaya untuk menyimpannya dengan cara "saya dapat merasakan bahwa saat ini saya harus menempatkan permasalahan-permasalahan yang harus diatasi dalam hubungan saya dengan pasangan saya".
Dalam pada itu pasangan akan berupaya membantu istri/suaminya untuk bang-kit dari perasaan terpuruk atau pasangan ikut merasakan keterpurukan suami/istrinya. Dengan cara tersebut maka terjadi proses peningkatan pengaruh kendali secara obyektif. Maka berkembanglah rasa cinta sejati yang merupakan upaya salah satu pasangan untuk tetap memberikan pengaruh pada suami/istrinya, baik dalam imajinasi, keingintahuan satu sama lain, serta kecenderungan satu sama lain.
Dengan demikian maka relasi yang terjalin antarkedua pasangan akan terbentuk berdasar pada pola-pola kesabaran kedua belah pihak dan rasa toleransi diantara kedua belah pihak yang semakin hari semakin kuat. Masa transisi dari fase cinta romantis ke cinta sejati merupakan masa tersulit bagi kedua pasangan.
Cinta sejati
Untuk beberapa pasangan, matinya cinta romantis identik dengan hilangnya cinta kasih secara menyeluruh. Jadi, apabila kedua pasangan mampu mengatasi kesulitan dalam masa transisi, maka mereka akan mampu menjaga relasi yang ditandai cinta kasih sejati.
Cinta sejati menyertakan rasa hormat di antara pasangan, kadar toleransi antarpasangan yang juga cukup bagi penerimaan kekurangan dan kelebihan masing-masing pasangan, dan libatan afeksi yang bukan merupakan manifestasi rasa kesepian yang mendalam pada diri kedua pasangan. Cinta tidak lagi merupakan eksistensi dari entitas yang diskrit, namun merupakan atribut keikatan emosional yang direpresentasikan dalam bentuk khusus keikatan emosi yang sempurna.
Ikatan emosional ini pun bukan merupakan benda konkret, namun lebih bersifat sikap yang mengandung unsur kualitas. Cinta sejati lebih merupakan emosi dan bukan perasaan. Cinta hakiki juga bukan terpusat dalam diri salah satu pasangan (self-centered) atau terpusat pada pasangan (other-focused), namun terdiri dari penghargaan yang amat sangat terhadap nilai diri dalam memberi.
Cinta sejati tidak berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan bukan merupakan martir atau alat mengabdi kepada orang lain. Juga tidak berarti merupakan latar untuk menyenangkan orang lain, dalam hal ini menyenangkan suami/istri, namun cinta sejati datang dari penerimaan tulus serta penghargaan untuk pasangan sesuai cara yang dimiliki pasangannya.
Jadi, tidak juga sebagai self love. Pasangan harus mengembangkan sikap dan filosofi bahwa segala hal tidak ada artinya namun yang paling berarti adalah keikatan emosional di antara mereka. Seni dari cinta sejati menginginkan disiplin, konsentrasi, kesabaran, yang juga menuntut kerendahan hati, keberanian, kesetiaan dengan berbagai alasan.
Cinta sejati akan menjadi aktivitas tidak melelahkan dan tidak berakhir (Erich Fromm, 1956). Ia merupakan awal sirnanya cinta romantis yang kabur, di mana seseorang merasa kosong, sendirian, tidak berpengharapan, dan merasa tak mampu.
Seseorang yang menghendaki cinta sejati secara bertahap harus belajar bangkit dari perasaan di atas sampai mereka belajar dan mengalami kebijaksanaan sikap terhadap kehidupan dalam diri dan siap berada pada masa cinta sejati, karena cinta sejati memang tidak mungkin berkembang tanpa pengalaman kekosongan yang menjadi salah satu aspek cinta romantis.
Untuk itu mau tidak mau kedua pasangan perkawinan harus membuat definisi ulang tentang cinta yang terkait dengan relasi dengan menghargai aspek ruang dan waktu, baik bagi diri maupun bagi pasangannya, berupa kedekatan tanpa fusi, kebersamaan tanpa upaya berada di dalam kulit orang lain. Cinta romantis lebih dilandasi fusi dan ketidakrespekan masing-masing pasangan sebagai diri sendiri. *
0 komentar:
Posting Komentar