A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
INKLUSIF
Pendidikan
inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
yang memiliki kelainan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada
sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah
pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus
yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual
challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan
pendidikan layanan khusus.
Menurut
Prof. Dr. Muyono Abdur rahman (UNJ) pendidikan inklusif adalah gabungan pend.
Regular dan pend. Khusus ke dalam satu sistem persekolahan yang dipersatukan
untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua siswa.
Pendidikan
Inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan, melainkan suatu
bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang
mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam
rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa
B. PERBEDAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DENGAN PENDIDIKAN REGULER DAN PENDIDIKAN TERPADU
Pendidikan
pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem¬bangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pada
umumnya peserta didik dalam pendidikan umum/pendidikan reguler adalah peserta
didik normal, sehingga kurikulum, tenaga guru, sarana dan prasarana, lingkungan
belajar dan proses pembelajarannya dirancang untuk anak normal. Hal ini karena
asumsi yang melandasi adalah bahwa peserta didik memiliki kemampuan yang homogen.
Sebaliknya
pada pendidikan inklusif peserta didiknya adalah peserta didik yang memiliki
kelainan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang ada di
sekolah reguler. Sehingga kurikulum, tenaga guru, sarana dan prasarana,
lingkungan belajar dan proses pembelajarannya harus dirancang sedemikian rupa
untuk memungkinkan semua peserta didik dapat mengembangkan potensinya.
Perbedaan Pendidikan Inklusif Dengan
Pendidikan Terpadu
Pendidikan
terpadu merupakan pendidikan yang memberi kesempatan kepada peserta didik yang
memiliki kelainan dan/atau memiliki kecerdasan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Perbedaan yang menonjol antara
pendidikan terpadu dengan pendidikan inklusif terletak pada sistem pendidikan
yang ada di sekolah tersebut. Sekolah terpadu, peserta didiknya mengikuti
sistem yang ada di sekolah reguler. Sedangkan pendidikan inklusif, sistem
pendidikan yang digunakan menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didiknya.
C. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
INKLUSIF
Dalam
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa
setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini
menunjukkan bahwa anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Selama
ini, pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa atau anak berkebutuhan khusus (ALB) disediakan
dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
SLB
sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak berkebutuhan khusus
dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB
Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB
menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya mungkin
terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan
tunaganda.
Sementara
itu, pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak
berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan
belajar mengajar yang sama.
Namun
selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang
menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak
berkebutuhan khusus. Di samping itu keberadaan sekolah khusus lokasinya
sebagian besar berada di ibu Kota dan Kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan
khusus tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa).
Akibatnya,
sebagian anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang
tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah;
sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia
menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin
selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan
khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus
sekolah. Permasalahan di atas apabila dibiarkan akan berakibat pada kegagalan
program wajib belajar. Akibat lebih lanjut, mutu sumber daya manusia (SDM) akan
semakin tertinggal.
Dalam
rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar dan mengatasi permasalahan
pendidikan anak berkebutuhan khusus, dipandang perlu meningkatkan perhatian
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah umum
(SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak
berkebutuhan khusus yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena
tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat
domisilinya.
Melalui
pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di
sekolah terdekat. Sudah barang tentu sekolah terdekat tersebut perlu
dipersiapkan segala sesuatunya.
D.
CIRI-CIRI PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Siswa yang berusia sama duduk dalam
kelas yang sama.
2. Siswa saling bekerjasama dengan
sesamanya.
3. Siswa merasa kelas sebagai milik
besama.
4. Siswa memiliki pengalaman berhasil.
5. Siswa belajar mengembangkan sikap
toleran.
6. Siswa belajar mengembangkan sikap
empati.
7. Guru menerima perbedaan.
8. Guru mengembangkan dialog dengan siswa.
9. Guru mendorong terjadi interaksi
promotif antar siswa.
10. Guru menjadikan sekolah menarik bagi siswa.
11. Guru membuat siswa aktif.
12. Guru mempertimbangkan perbedaan antar siswa dalam
kelasnya.
13. Guru menyiapkan tugas-tugas yang berbeda yntuk
siswa-siswanya.
14. Guru fleksibel dan kreatif.
E. LANDASAN
PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Landasan Filosofis
Bhineka
Tunggal Ika : Pengakuan kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi Tunggal
sebagai khalifah Tuhan di muka bumi untuk membangun kehidupan bersama yang
lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian manusia kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Landasan Religi
a. Manusia sebagai Khalifah Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia diciptakan sebagai makhluk individual
differences agar dapat saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan.
3. Landasan Keilmuan
a. Psikologi
b. Sosiologi
c. Anthropologi
d. Biologi
e. Ekonomi
f. Politik
4. Landasan Yuridis
a. UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1: “setiap
warga Negara berhak mendapat pendidikan”.
b. UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, pasal 3 menyatakan bahwa ” pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa ” warga negara yang mempunyai kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”.
Pasal 32 menyebutkan ”pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa” .
c. UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak,
d. UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat,
e. PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan,
f. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas
No.380 /C.66/MN/2003, 20 Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi bahwa di
setiap Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4
sekolah penyelenggara inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK
masing-masing minimal satu sekolah,
g. Deklarasi Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004
tentang ”Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”,
h. Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ”
”Pendidikan untuk semua” yang antara lain menyebutkjan bahwa ”penyelenggaraan
dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang
sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi
terkait, dunia usaha dan industri, orangtua dan masyarakat”.
0 komentar:
Posting Komentar