Welcome to punyahari.blogspot.com...selamat datang di punyahari.blogspot.com

Selasa, Maret 16, 2010

Hadits Sosial Dengan Orang lain (sesama)


Hadits Sosial Dengan Orang lain

- " المسلم أخو المسلم لا يظلمه و لا يسلمه و من كان في حاجة أخيه كان الله في حاجته و من فرج عن مسلم كربة فرج الله عنه كربة من كربات يوم القيامة و من سترمسلما ستره الله يوم القيامة "

Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya, tidak boleh menganiaya dan menelantarkannya. Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya; barangsiapa menghilangkan kesusahan dari orang muslim, maka Allah akan menghilangkan kesusahan darinya dan kesusahan-kesusahan pada hari kiamat; dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat. ((HR. Bukhari-Muslim atau hadits, no 504, matan diambil dari maktabah syameelah, terjemahan diambil dari : Muhammad Nashirudin Albani , Silsilah Hadis Sahih jilid 3, hal 17, Jakarta : qisthi press, 2006).
Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan mu’min) di dalam Hadits di atas menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah komunitas hanya akan eksis dengan adanya kesatuan dan dukungan elemen-elemennya. Sedang kesatuan dan dukungan ini tidak akan lahir tanpa adanya rasa saling bersaudara dan mencintai. Namun persaudaraan inipun perlu didahului oleh suatu faktor pemersatu, berupa ideologi atau aqidah (Muhamad Thalhah .Islam Dalam Perspektif Sosio Cultural).
Dalam rangka menjalin hubungan sosial dalam maknanya yang umum – ada beberapa tahapan konseptual yang perlu diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:
1.       Ta’aruf
Ta’aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkannya, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut,
Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat:13)
Ta’aruf ini perlu kita lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta’aruf dalam komunitas yang lebih luas,
Di era sekarang ini hal ini sudah hampir tidak diperhatikan apalagi masalah ta’aruf, diwilayah perkotaan, oran-orang sibuk memikirkan kepentingannya peribadi dan tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya seperti yang bisa lihat di daerah perumahan (real estate) semua hidup dengan serba individulaistik.
2.       Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya.
Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan sampai kita terus memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk juga memahami orang lain.
3.       Ta’awun
Ta’awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan ‘iba’ dan keinginan untuk menolong sesamanya yang menderita kesulitan – sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini berbeda-beda untuk tiap individu.
Dalam surat Al Maidah, Allah berfirman:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Maaidah:2)
Dalam hadits:
Artinya: “Dan Allah akan selalu siap menolong seorang hamba selama hamba itu selalu siap menolong saudaranya” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya 13/121)
4.       Takaful
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang beriman – yang bersaudara – sebagai satu tubuh.
Dalam hadits:
Artinya: “Perumpamaan orang-orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang, dan hubungan kekerabatan mereka adalah bagaikan tubuh. Bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.”( Asy-Syari’ah karya Al-Ajurri rahimahullahu, hal. 23-24)
Unsur pokok di dalam bersosial adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam beberapa tingkatan (Hamka. Tasawauf Perkambangan Dan Pemurniannya):
·         Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya.
·         Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR muttafaq alaihi)
·         Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut kita renungkan kisah sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa Islam menuntut ummatnya untuk menerapkan perilaku-perilaku kebaikan sosial. Untuk lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa wujud nyata atau buah dari seorang mu’min yang rukuk, sujud, dan ibadah kepada Allah SWT adalah dengan melakukan aktivitas kebaikan. Seorang yang menyatakan diri beriman hendaknya senantiasa menyuguhkan, menyajikan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat.

0 komentar:

Terima Kasih sudah berkunjung ke punyahari.blogspot.com