Ekonomi Syari'ah
Definisi Ekonomi & Akuntansi Syari’ah
Ekonomi Syari’ah terdiri atas dua akar kata yaitu ekonomi dan syari’ah. Kata Ekonomi berasal dari bahasa latin yaitu ekos dan nomos yang berarti orang yang mengatur rumah tangga. Dan dalam bahasa arab istilah ekonomi berasal dari kata dasar qashada yang melahirkan kata qashd, qashadan, qashdi, qashd, maqshid atau maqashid dan iqtishad. Dari sini lahirlah istilah ilm alqtishadi (ilmu ekonomi).
Dalam alqur’an dijumpai beberapa kata yang berakar dari qashada, diantaranya:
1.Kata qashid pada surah luqman 9 yang berarti sederhana.
2.Kata qashdu pada surah an Nahl 9 yang berarti jalan lurus/stabil.
3.Kata qashidan pada surah at Taubah 42 dengan arti keinginan atau Kebutuhan
4.Kata Muqtashid pada surah Luqman 32 yang berarti jalan lurus dan pada surah Fathir 32 dengan arti pertengahan.
5.Kata Muqtashidatun pada surah al Maidah 66 yang berarti Pertengahan.
Dari berbagai pengertian istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok berbagai aktifitas ekonomi dalam Islam harus dapat merealisasikan pencapaian kesempurnaan manusia melalui aktualitas maqashidus syari’ah.(Makalah Ekonomi Islam, hal..1 dan 2)
Adapun maqashidus syari’ah itu adalah untuk memelihara jiwa, akal, keturunan, kehormatan dan harta.
Sedangkan Syari’ah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiyah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Secara terminology, definisi syri’ah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya.
Sebab inilah kenapa ekonomi Islam sering disebut dengan ekonomi syari’ah, karena ekonomi syari’ah adalah ekonomi yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk al Qur’an dan Hadits.(Habib Nazir,hal.543)
Di dalm surah Al-Jasyiyah ayat 18, Kami jadikan engkau di atas perkara yang disyari’atkan, maka ikutlah syari’at itu dan jangan engkau ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Dari ayat ini jelaslah bahwa:
a)syari’at itu dari Allah.
b)syari’at itu harus diikuti.
c)syari’at tidak memperturutkan keinginan hawa nafsu. (Djazuli, hal.13)
Sedangkan menurut Abdul Manan, bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pegadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah. (Abdul Manan, hal.1)
Mengenai prinsip syari’ah, telah digariskan oleh Undang-undang nomor 10 tahun 1998, pasal 1 angka 13 prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina’).(M.Amin,.937)
Dari Penjelasan pasal 49 huruf (i) Undang-undang nomor 3 tahun 2006 ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Pertama kata-kata menurut prinsip syari’ah, tidak dikatakan menurut syari’at atau berdasarkan syari’at, karena kata prinsip (prinsiples) mempunyai arti tersendiri tidak hanya merujuk pada aturan yang tegas dan operasional tetapi cukup ada ketentuan pokok atau prinsip umum dari syari’ah. Kedua kata-kata antara lain: mengandung 11 bidang yang masuk dalam lingkup ekonomi syari’ah, tidak bersifat limitative karena masih ada lagi bidang-bidang lain yang belum disebutkan dan akan ditentukan secara khusus tersendiri dalam ketentuan lain (Abdurrahman, hal..10 dan 11.)
Menurut pendapat Abdul manan, bahwa ekonomi syari’ah dibahas dalam dua disiplin ilmu
yaitu ilmu ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam dimana ilmu ekonomi Islam dalam hal
ini Fiqh Mua’amalat tetap menjadi penting untuk menjustifikasi, mengontrol dan merekayasa perkembangan ekonomi Islam agar tetap berada dalam bingkai syari’ah.(Amiur Nuruddin, hal.5)
Dalam konteks fiqh klassik pembahasan mengenai ekonomi dan yang berkaitan dengan itu dibahas dalam fiqh mu’amalah.
Fiqh mu’amalah dalam arti luas membahas masalah ahwalus syakhshiyah seperti munakahat, mawaris, wasiat dan wasiyat. Akan tetapi fiqh mu’amalat dalam arti sempit yaitu ahkamul madaniyah, yang membahas tentang jual beli (bai’), membeli barang yang belum jadi dengan disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (salam), gadai (arrahn), kefailitan (taflis), pengampuan ( hajru), perdamaian (asshulh), pemindahan hutang (al hiwalah), jaminan hutang (addhaman alkafalah), perseroan dagang (syarikat) perwakilan wikalah), titipan (alwadi’ah) pinjam meminjam (al ‘ariyah, merampas atau merusak harta orang lain (al ghashb), hak membeli paksa (syuf’ah), memberi modal dengan bagi untung ( qiradh) penggarapan tanah (almuzara’ah musaqah), sewa menyewa (al ijarah), mengupah orang lain menemukan barang hilang (al ji’alah), membuka tanah baru (ihya almawat) dan barang temuan (luqathah). (Djazuli, hal.51).
Untuk mendapatkan cap pengakuan dari aturan Islam terutama syariah, satu produk harus mengakomodasi dua hal. Pertama tidak boleh berbunga (riba) dan tidak boleh mengandung hal-hal yang dilarang agama secara umum seperti alkohol, judi.(Waspada,26-12-2006, hal.4), disamping itu prinsip ekonomi Islam (maslahat,’adalah, musawah) seperti azas mewujudkan kesejahteraan umum, azas keadilan sosial, azas demokrasi sosial.(Amiur Nuruddin, hal.10) ditambah lagi dengan prinsip umum dalam ajaran Islam (‘an taradhin, Annisa’ 9 dan laa dharara walaa dhiraara, Al hadis, laa tazlimuna walaa tuzlamuuna Al-baqarah 273).Dengan diterapkannya prinsip-prinsip tersebut di atas dalam praktek ekonomi syari’ah diharapkan akan tercipta masyarakat yang falah yakni masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual. Dan terhindar dari kegagalan karena Islamic Bank is too holy to fail = Bank Islam terlalu suci untuk gagal, karena seluruh akad-akad yang bernuansa syari’ah bukan hanya perikatan duniawi semata tetapi juga perikatan ukhrawi yakni apabila tidak sesuai dengan prinsip syrai’ah, maka akibatnya bukan hanya berlaku di dunia ini saja tetapi juga berlanjut sampai akhirat, oleh karena itu perlu prinsip prudensial atau ihtiat yakni prinsip kehati-hatian.
Kembali kepada topik pembahasan di atas yankni ekonomi syari’ah, sebagaimana dijumpai dalam pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 tahun 2006, penambahan kewenangan peradilan agama adalah:
1.Bank syari’ah.
Undang undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan mulai memperkenalkan Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan prinsip syari’ah yang kemudian berkembang menjadi Bank syari’ah. Dimana Bank syari’ah dimulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia.
Yang dimaksud dengan Bank Syari’ah adalah Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran .(Buletin berkala Hukum Dan Keadilan, hal.64) dan BSM (Bank Syari’ah Mandiri) menerapkan prinsip keadilan, kemitraan, transparansi dan universal.
Menurut Karnaen A. Perwaatmadja, Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan syari’ah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba. (Muhammad Firdaus NH. Et-al.hal.18)
Dari penjelasan tersebut di atas tergambar kepada kita bahwa letak perbedaan antara Bank konvensional dengan Bank Syari’ah yaitu perbedaan mendasar dalam hal konsepsional dan pengelolaan dari bank syari’ah dengan bank konvensional terletak pada pendapatan keuntungan yang berasal dari bagi hasil dan bunga pinjaman.(Buletin Berkala Hukum & Keadilan, hal.68)
Sejarah Dan Pengertian Akuntansi Syari’ah
Apabila kita mencermati lebih jauh lagi, dalam pengkajian islam oleh beberapa pakar ekonomi islam menyatakan bahwa akuntansi dalam islam bukanlah merupakan seni dan ilmu yang baru. Dari peradaban islam pertama kali sudah memiliki “Baitul Mal” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai “kas Negara”. Masyarakat muslim saat itu juga sudah memiliki jenis akuntansi yang disebut “Kitabat al-Amwal” (pencatatan uang).
Islam sebagai suatu ideologi, masyarakat dan ajaran, tentunya sangat sarat dengan nilai-nilai keislaman. Dengan demikian, pondasi akuntansi yang berlaku dalam masyarakat islam tentunya harus menyesuaikan dengan karakteristik.
Ajaran islam secara tegas menunjukkan seperti tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan diperbuat oleh seseorang.
Akuntansi menurut islam memiliki bentuk yang sarat dengan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban. Sebab informasi akuntansi memiliki kekuatan yang mempengaruhi pemikiran, pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau entitas usaha. Nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebut menjadi prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syari’ah, berikut uraian ketiga prinsip tersebut.
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan social dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi syari’ah mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral atau kejujuran, yanitu merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental, pengertian kedua ini yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan usaha-usaha dekonstruksi terhadap pondasi akuntansi modern menuju pada pondasi akuntansi (alternatif) yang lebih baik.
2. Prinsip Kebenaran
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip keadilan, karena dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi ekonomi.
3. Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip ini merupakan konsep yang selalu berkaitan dengan konsep amanah. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi syari’ah adalah bahwa individu atau entitas usaha yang terlibat dalam praktek bisnis haruslah selalu mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Bentuk pertanggung jawabannya biasanya adalah dalam bentuk laporan akuntansi atau laporan keuangan.
Perkembangan Ekonomi Syariah
Fenomena perbankan syariah di Indonesia dan lembaga keuangan syariah lainnya telah mengantarkan pemahaman terhadap umat Islam Indonesia adanya kelembagaan ekonomi dalam Islam. Sebelum dikenal perbankan syariah secara kelembagaan, pengetahuan tentang masalah ini masih berbentuk kajian teoritis tentang kemungkinan implementasi ekonomi Islam dalam wujud lembaga keuangan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana model kelembagaan ekonomi Islam? Dalam wujud apa kelembagaan ekonomi Islam itu? Dan masih banyak deretan-deretan pertanyaan yang berkaitan dengan lembaga keuangan syariah yang intinya mempertanyakan apakah dimungkinkan ekonomi Islam tersebut dilembagakan dalam sebuah institusi keuangan modern, semacam perbankan ataupun lembaga keuangan lainnya?
Jawabannya adalah bisa dan mungkin, walaupun secara realita kita dituntut harus melalui proses islamisasi dari berbagai lembaga keuangan modern yang notabene nya merupakan hasil temuan dari kaum kapitalis barat dan merupakan kendaraan bagi mereka untuk mensukseskan cita-cita mewujudkan imperium perekonomian global. Pilihan islamisasi merupakan pilihan yang mengandung “pil pahit” karena kita dianggap sudah tidak dapat menemukan lembaga keuangaan syariah yang betul-betul genuine bersumber dari al-Qur'an maupun as-Sunnah. Akibatnya, kita sedikit banyak akan mengekor dengan model lembaga keuangan yang ditawarkan oleh kaum kapitalis barat, bahkan terkesan adanya mencari celah (hela) untuk tidak terperosok pada kondisi yang dianggap tidak sesuai dengan syariah Islam. Sebagai contohnya adalah beberapa produk perbankan syariah yang disinyalir tidak jauh berbeda dengan produk yang ada di perbankan konvensional. Seperti, murabahah yang diselipi akad wakalah menyerupai pinjaman kredit yang terjadi pada bank berbasis bunga. Lain dari itu, model bagi hasil yang mengacu pada prinsip revenue sharing telah meniscayakan kebersamaan dalam menanggung kerugian antar pihak yang melakukan kerjasama karena kerugian investasi hanya ditanggung oleh pihak mudharib dan tidak dibagi secara adil dengan pihak pemodal (shahib al-mal).
Dalam beberapa hal munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia semacam perbankan syariah mempunyai arti yang penting bagi perkembangan ekonomi Islam di masa mendatang. Munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia saat ini merupakan fase booming nya ekonomi Islam secara kelembagaan. Banyak sekali perbankan syariah, asuransi syariah dan lembaga keuangan yang mengusung nama syariah bermunculan seperti jamur dimusim hujan. Bahkan, ada asumsi kalau tidak ikut mendirikan lembaga keuangan syariah atau paling tidak dengan cara membuka unit usaha syariah dianggap tidak mengikuti trend masa ini dan nantinya akan ditinggal oleh umat Islam serta belum diakui keislamannya dalam berekonomi.
Daftar Bacaan
1.Makalah. Ekonomi Islam Dan Prinsip-prinsip Mu’amalah Syari’ah.
2.Dr.Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi Dan Perbankan Syari’ah,
3.Drs.H.Djazuli, Ilmu Fiqh (sebuah Pengantar)
4.DR.H.Abdul Manan,SH. S.IP, M.Hum.Makalah, Beberapa Masalah Hukum Dalam Praktek Ekonomi Syari’ah
5.Prof.Dr.Drs.H.Muhammad Amin Suma,MA.SH.Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & Peraturan Pelaksanaan Lainnya Di Negara Hukum Indonesia.
6.DR.H.Abdurrahman,SH.MH. Makalah,Kewenangan Pengadilan Agama Di Bidang Ekonomi Syari’ah.
7. Dr.Muhammad Fidaus NH, et-al (Penyunting), Konsep & Implementasi Bank Syari’ah
8. Dr.Ahmad Abdul Aziz An Najjar, dkk, 100 Soal Jawab tentang Bank Islam,
0 komentar:
Posting Komentar