PENDIDIKAN MASA PENJAJAHAN
1. Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Belanda
reaksi belanda dengan adanya perkembangan usaha sosial paedagonis ini, selain tidak menghargai pendidikan atau abituren sekolah islam yang telah ada pada masa itu, juga mencegah kalangan bangsawan untuk tidak terpengaruh golongan bangsawan terutama dari pihak islam yang akan memungkinkan mengedor kepercayaan terhadap belanda yang berari melemahkan kekuatan mereka.
Sebenarnya masalah pendidikan islam tidak dapat dibatasi oleh kekuatan belanda, sadar atau tidak disadari oleh belanda kenyataan pendidikan islam dapat mengimbangi pendidikan belanda.
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar yaitu :
1. Pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie)
2. Masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie).
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Hal ini juga dikuatkan dari profil para guru di masa ini yang umumnya juga merangkap sebagai guru agama (Kristen). Dan sebelum bertugas, mereka juga diwajibkan memiliki lisensi (surat izin) yang diterbitkan oleh VOC setelah sebelumnya mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh gereja Reformasi.
Melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: (1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan.hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang masih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.
2. Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia.
Ketika berakhirnya pemerintahan belanda datanglah jepang. Menurut sejarah jepang pada masa itu sedang dihadapkan usaha untuk memenangkan perangnya, sehingga memaksakan dirinya untuk mendekati umat islam. Bahkan dapat dikatakan kedudukan jepang di Indonesia sangat bergantung pada bantuan umat islam dalam menghadapi luasnya daerah yang telah diduduki oleh sekutu dan antara umat islam dan jepang mempunyai kepentingan yang sama yaitu menghadapi penjajahan barat.
Kerja sama antara islam dan jepang mungkin akibat propaganda yang licin sehingga umat islam sementara tidak melihat niat jepang sebagai penjajah. Hal ini terkait pada penghargaan jepang atas arbituren sekolah yang berjalan pada zaman penjajahan belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan umat islam untuk mencoba mendirikan perguruan tinggi tetapi jepang hanya memberikan prioritas hanya untuk kepentingan perang dan berdirilah apa yang disebut dengan Tentara Pembela Tanah Air yang dipimpin langsung oleh para kiai dan para ulama’.
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
2. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
1. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
5. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
6. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
a. Pendidikan islam pada masa Akhir penjajahan jepang
Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bagkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah.
3. Tujuan pendidikan islam zaman penjajahan
Misi islam itu sendiri secara garis besar adalah untuk memperbaiki prikehidupan manusia dimana saja berada. Islam tidak lain adalah agama yang demokrasi, yang menghendaki hidup damai antar sesama manusia baik sesame muslim maupun muslim yang lain. Berikut diuraikan bahwa tujuan pendidikan islam secara garis besar adalah dibagi menjadi dua bagian:
1. mempertebal akan keyakinan itu sendiri,dan membentuk kecerdasan bangsa sebagai mana dalam buku sejarah dikatakan bahwa kedatangan islam di Indonesia itu membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia
2. untuk mempertahankan HAM dengan jalan politik atau perlawanan perang demi tercapainya HAM tersebut menurut islam, yaitu mempertahankan kebenaran, jika kebenaran telah terjelma maka itulah sebagian yang dikehendaki islamuntuk tercapainya tujuan islam secara keseluruhan.
Ringkasnya dalam usaha untuk memajukan pendidikan tidak lepas dari tujuan untuk memperjuangkan bangsa Indonesia dari pengaruh imperialis,kata KH. Saifudin zuhri (1976:322)
Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara lain:
a. azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
b. INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i )1899-1969) bertuan memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
c. Tujuan Nahdlatul Ulama’, sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri.
Kesimpulanya ialah bahwa tujuan pendidikan islam yang pertama adalah menanamkan rasa keislaman yang benar guna kepentingan dunia dan Akhirat, dan yang kedua membelah bangsa dan tanah air untuk memdapatkan kemerdekaan bangsa itu sendiri ataupun kemerdekaan secara manusiawi.
0 komentar:
Posting Komentar