Welcome to punyahari.blogspot.com...selamat datang di punyahari.blogspot.com

Kamis, Oktober 22, 2009

WAHYU PEDOMAN ILMU

-->

WAHYU SEBAGAI PEDOMAN ILMU
Apakah ilmu itu? Moh. Nazir, Ph.D mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natural atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa :

Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Ismaun mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Wahyu jika di definisikan adalah pengetahuan atau ilmu yang di sampaikan oleh tuhan kepada nabi dan rasulnya. Wahyu ini adalah hak prerogative tuhan untuk di sampaikan kepada seseorang manusia.
Dalam kaitannya antara wahyu dan ilmu, ketika ayat pertama kali turun adalah tentang iqra’ (kebanyakan mengartikan membaca). “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,” Padahal makna ayat ini adalah tentang meneliti gejala-gejala social pada waktu itu. Muhammad SAW. Melakukan pengamatan di daerah arab tentang masalah ketuhanan (pada waktu itu banyak penyembah berhala), Muhammad SAW. Bersikap obyektif terhadap fenomena di lapangan, dari masalah ketuhanan sampai masalah kesukuan (ashabiyah), Muhammad SAW memberikan solusi yang ada di qur’an tentang gejala sosial tersebut.
Misalkan masalah ashabiyah “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Hujurat : 13). Maka setelah masyarakat sudah mengenal tentang ayat ini maka hilanglah ashabiyah tersebut. Mereka bisa hidup berdampingan dan saling toleransi sesame pemeluk atau antar pemeluk yang lain sehingga terbentuklah masyarakat yang madani.
Lalu tentang masalah membunuh bayi wanita ketika zaman kegelapan “apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”, maka Muhammad memberikan solusi untuk tidak membunuh bayi wanita, karena jika mereka membunuh semua bayi wanita maka jumlah pertumbuhan penduduk berkurang drastis. Selain itu perkembang biakan manusia dalam jangka waktu kedepan tidak akan ada lagi di sebabkan pembunuhan wanita secara terus menerus.
Dari dua contoh di atas kita bisa menyimpulkan bahwa wahyu dapat menjelaskan permasalahan dan bisa sebagai problem solver terhadap masalah-masalah yang pada waktu itu juga sampai waktu yang akan datang. Hal ini di ungkapkan wahyu memang tidak empiris dan butuh penelitian yang cukup mendalam untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat dan obyektif. Dan wahyu ini tidak bersebrangan dengan logika walaupun ada sebagian tentang metafisika di dalamnya. Wallahu ‘alam.

0 komentar:

Terima Kasih sudah berkunjung ke punyahari.blogspot.com