Welcome to punyahari.blogspot.com...selamat datang di punyahari.blogspot.com

Minggu, Oktober 26, 2008

-Pendidikan ESQ -

Pendidikan Emosi dan spiritual

Dalam Al-Qur’an banyak dijelaskan bahwa sa nya dalam menjalani hidup dan kehidupan ini manu sia memiliki kecerdasa (potensi) yang harus diber dayakan seperti yang tercermin dalam firmannya,
Artinya: “Tidakkah mereka melakukan perjala nan di muka bumi, sehingga mereka mempunyai ha ti yang dengan itu mereka merasa, dan mempunyai telingayang dengan itu mereka mendengar? Sung guh, bukan matanya yang buta, tetapi yang buta adalah hatinya, yang ada dalam (rongga) dadanya (QS.22.46) “.

Dari bunyi ayat diatas dapat kita tarik benang merahnya bahwa dalam hidup di bumi, Tuhan mem bekali manusia dengan tiga kecerdasan yaitu Inte lektual Qoutient, Emosional Qoutient dan Spiritual Qoutient. Ketiga kecerdasan ini bagi kehidupan manusia menjadi nilai-nilai yang mutlak harus di mi liki. Hal juga diyakini oleh Goleman, bahwa manusia dapat di katakan sempurna jika manusia dapat me maksimalkan kecerdasan yang di milikinya, Iebih-le bih kecerdasan emosi, sebab dalam salah salu hasil penelitiannya ia menemukan akan keunggulan EQ dari pada IQ dalam mencapai prestasi, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang lainnya. Ini di karenakan tingkatan kecerdasan antara emosi sangat berbeda dengan IQ. Intelektual Qoutient (IQ) umumnya tidak berubah selama kita hidup. Ke mampuan yang murni kognitif relatif tidak berubah. Sedangkan kecerdasan emosi dapat di pelajari ka pan saja dan kecerdasan emosional Qoutient (RQ) dapat meningkat dan terus di tingkatkan sepanjang hidup, (Hils, 1995 hal 18).
Emosi berperan penting dalam kehidupan manu sia. Perasaan merupakan sumber daya terampuh yang harus kita miliki. Sebab emosi adalah menyam bung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan diri yang secara mendalam menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan dengan orang lain serta dengan alam dan kosmos. Emosi memberi tahu tentang hal-hal yang utama bagi kita (masyarakat). Nilai-nilai, kegiatan, dan kebutuhan yang memberi kita motivasi, semangat, dan kegigihan. Kesadaran dan pengetahuan tentang emosi memungkinkan ki ta memulihkan kehidupan dan kesehatan kita, melin dungi keluarga kita, membangun hubungan kasih yang langgeng dan meraih keberhasilan dalam peker jaan (Segel, 2002, hal 19).
Jika mengacu pada statemen di atas, secara garis besar; penulis meyakini bahwa kecerdasan emosi bagi kehidupan manusia selain kecerdasan intelektual memiliki peranan sangat besar untuk ba gaimana menyetir pola kehidupan manusia atau prilaku manusia agar selalu berjalan sesuai dengan norma-norma kefitrohannya yaitu sebagai Kholifah fil ardh, serta mendapatkan ridha dari Tuhan seba gaimana yang telah di gariskan dalam Islam. Perta nyaannya kemudian benarkah potensi (kecerda san) manusia berhenti pada kecerdasan emosi? Ja wabnya tentu tidak. Sebab dalam diri manusia ada kesadaran tertinggi yang harus terus digali. Kesada ran ini tidak dapat dimiliki oleh makhluk Tuhan lain nya. Dan dengan ini pula secara tidak langsung ma nusia akan memasuki sebuah masa atau periode jati diri sebenarnya yaitu sebagai khalifah. Lan Marshall dan Danah Zohar menyebutnya dengan kecerdasan SQ.
Menurutnya dengan SQ kita akan mengajarkan pada anak didik untuk bagaimana lebih mendengar kan suara bisikan hati nurani kita. Kejujuran pada suara hati adalah merupakan kunci utama dalam pengembangan kecerdasan emosi, Sebab hal ini (hati) adalah merupakan pusat dari segala prinsip kehidupan manusia yang akan memberikan rasa aman, pedoman, kekuatan dan kebijakan dalam segala bentuk tindakan. Ketika hati telah menjadi pusat pergerakan, pegangan dan pengetahuan dalam menjalankan segala aktifitas gerakan baik dalam bidang politik, social-budaya maupun dalam bidang pendidikan khususnya dan yang paling pen ting dalam upaya pengembangan pemahaman pendidikan agama islam, maka ia telah mendekati titik kesempurnaan sebagai manusia.
Jika demikian, maka jelaslah sudah bahwa keti ga kecerdasan itu adalah merupakan satu unit kesa tuan yang harus di miliki dan tidak boleh di pisahkan dalam diri manusia, Oleh sebab itu, manusia harus bisa mengembangkan serta menginternalisasikan ketiga kecerdasan itu sebagai bekal dalam mengha dapi pernik-pernik kehidupan ini. Bila manusia hanya pandai dari segi IQ saja sebagai bekal hidup di du nia ini, maka ia bisa dikatakan sebagai makhluk yang belum sempurna. Karena dalam setiap tinda kannya nanti hanya bertumpu pada logika atau ra sionalitas ansich. Sedangkan nilai-nilai moralitas yang seharusnya menjadi pijakan dalam tindakan akan tergeser sendirinya. Akhirnya bukan kebaikan yang di dapat melainkan kehancuran. Ini terbukti dengan peristiwa-peristiwa yang menimpa negeri ini. Pun demikian sebaliknya.
Ibnu Sina memberikan ilustrasi tentang bagai mana hubungan antara ketiga kecerdasan itu le wat syairnya terkait dengan bimbingan Allah dan optimisme kehidupan,
Artinya: Didiklah jiwamu dengan segala ilmu, maka ia menjadi tinggi derajatnya, lalu kamu akan melihat keseluruhan itu. Dan bagi keseluruhannya itulah bermukimnya ilmu itu. Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kaca dan akal fikiran bagaikan lampu nya. Sedangkan hikmah (kebijaksanaan) Allah ba gaikan minyaknya. Maka jika ia bercahaya maka kamu akan hidup dan jika ia mati maka kamu juga akan mati Abdullah Wly : 199 : hal 36 )
Dari kutipan ini dapat di tarik benang merah bahwa dalam proses pendidikan, yaitu dalam pro ses belajar mengajar, pendidik harus mampu meng apresiasikan bahwasanya otak bukanlah merupa kan satu-satunya yang harus dikuasai dan di kem bangkan dalam pruses pendidikan. Akan tetapi ada kecerdasan lain yang semestinya harus di kembang kannya.
Sebab hal itu lebih memiliki kekuatan untuk memberikan petunjuk pada manusia. Kecerdasan ini biasa dikenal saabagai kekuatan jiwa atau in tuisi dan spirit.
Di lembaga pendidikan kita baik dari tingka tan dasar sampai tingkat kuliah, pendidikan nilai atau moral jarang di jadikan patokan dalam pem bangunan pendidikan dan bahkan tidak sama sekali menjadi target utama dalam proses kepen didikan. Pendidikan kita masih lebih percaya, bah wasanya keberhasilan pendidikan adalah di ten tukan sejauh mana anak didik mengetahui serta menghafal materi-materi pelajaran dan sebera pa bagus nilai raportnya. Orientasi pendidikan nasional lebih banyak di dasarkan pada pengem bangan akademik ansich. Sedangkan pendidikan moral, penataan hati, pembangunan mental serta pendidikan agama masih sangat jauh dari praktek kependidikan. Pendidikan agama hanya sebatas di jadikan sebagai pengantar ilmu pengatahuan. Anak didik hanya di ajarkan sebatas mengatahui tidak masuk bagaimana anak dapat memahami dan mengamalkannya. Ini sungguh sangat ironis sekali Apalagi bangsa ini mayoritas adalah bangsa yang beragama (Islam).
Kegagalan dalam penanaman nilai-nilai (ajaran moral) serta pembangunan mental anak dan lain-lainnya saat ini telah kita rasakan bersama. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan, meralelanya korupsi disemua level(dari guru samapi pada kepala sekolah), tawuran antar pelajar serta dan yang le bih parah maraknya perilaku seksual di tingkatan remaja merupakan potret dari kegagalan pendidi kan dalam mentranformasikan nilai sebagai pusat pemberdayaan manusia. Lemahnya bekal moral keagamaan semacam itu pada giliranya akan mela hirkan individu-individu lemah moral yang kehila ngan eksisistensinya sebagai manusia sejati yang selalu di landasi oleh semangat kejujuran.
Datam kerangka ini maka profil yang harus di lahirkan oleh pendidikan kita adalah figur intelek tual-moralis-agamis yang senantiasa mamahami tujuan esensial (dari pendidikan untuk menerja mahkan makna kemashlahatan dan keadilan. Dari sini maka sangat jelas bahwa arah pendidikan adalah pada hakikatnya mengerucut pada satu arah melahirkan generasi berbobot atau berisi dan beriman yang memiliki komitmen dalam men ciptakan kemaslahatan, Pendidikan adalah sara na untuk membentuk kesadaran hidup untuk kem bali pada hakikat kemanusiaannya.
Itulah menurut hemat penulis yang menjadi subtansi pendidikan dan targt sasaran dari pen didikan. Dan salah satu cara yang mungkin bisa di pakai untuk mencapai cita ideal tersebut adalah dengan menerapkan pendidikan emosional spiritual quotient dalam ranah pendidikan kita.

0 komentar:

Terima Kasih sudah berkunjung ke punyahari.blogspot.com