IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan
sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun
ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan
National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social
Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara
pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi,
ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi,
dan sebagainya.
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak
istilah. Istilah tersebut meliputi
: Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial
(Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri
disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya
dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan
disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara
ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok
atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan
maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai
anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu
bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang
pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad
Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu
bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi
siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan
Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”.
Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu
“Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari
pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat
pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu
Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS),
mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the
science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program,
socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such
disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy,
political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate
content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary
purpose of social studies is to help young people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally
diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah
merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang
Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi
atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti:
geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
B. Sejarah Perkembangan
Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum
sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam
bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat
ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah
melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I
(1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah
nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem
pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi
penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan
tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali
yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD,
IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum
Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi
program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
1. Rasional Mempelajari
IPS.
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah agar siswa dapat:
a. Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau
kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih
bermakna.
b. Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah
sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di
lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan
satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk
jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran
yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
1. Siapa diri saya?
2. Pada masyarakat apa saya berada?
3. Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan
diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
4. Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa
dan dunia?
5. Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat
berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa,
dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan sosial secara sistematis dan
komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan
siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses menuju kedewasaan.
2.
Kompetensi yang harus dimiliki siswa dari IPS
a. Memperoleh suatu
pemahaman dan apresiasi dasar tentang Tradisi dan nilai Amerika berdasarkan
pada pengetahuan sejarah dan pengembangan dan berfungsinya sistem pemerintah
konstitusional Amerika
b. Mengembangkan
keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan mereka melaksanakan fungsi
pembelajaran sepanjang hayat dan menguji serta mengevaluasi isu penting untuk
seluruh Amerika.
c. Memperoleh literacy
dasar di dalam disiplin inti social studies dan memiliki pemahaman
yang dasar yang diperlukan untuk menerapkan pengetahuan ini untuk hidup mereka
sebagai warga negara.
d. Memahami sejarah
dunia sebagai konteks untuk sejarah amerika serikat dan sebagai record/ catatan
kultur dan peradaban yang besar masa lalu dan sekarang
e. Berpartisipasi
dalam aktivitas yang meningkatkan kebaikan umum dan meningkatkan kesejahteraan
umum
C. Landasan Filosofis Pendidikan Ips Dalam
Kurikulum Pendidikan Di Indonesia
Bangsa
Indonesia dilihat dari latar belakang etnik atau kesukuan merupakan
sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan disatukan
sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa daerah,
budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara keseluruhan
bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau
heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang
pluralistik.
Dengan
kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi akademik
maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari sisi
akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau siswa
pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari
pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan.
Pendidikan
dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan hukum yang kuat
sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang menegaskan bahwa : ”
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”.
Dengan
dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran dibawah naungan
Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran IPS , misalnya
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar
dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi melalui surat Dirjen
Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan rambu-rambu pelaksanaan
kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di Pergurtuan Tinggi.
Untuk
Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/Mts)
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk didalamnya
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran pada satuan
pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS
bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
1.Kajian
Teoritis Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan IPS
Pengembangan
suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki
arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan
mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita
tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah
pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan
pandangan hidup masyarakat.
Filsafat
pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif –
prinsif pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat
mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1) Cita-cita
masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku kehidupan
sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara
teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis
sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum
Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007,
Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
a.
Esensialisme
Esensialisme;
adalah aliran yang menggariskan bahwa kurikulum harus menekankan pada
penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah
pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah
kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme.
Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan
penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada
guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah
yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu
mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS
menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif
(pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS
akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan
materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
c.
Perenialsme
Perenialsme;
adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan
adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai
yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran
Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan
pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga
Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh
Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer
of culture), seperti dalam Implementasinya pada kurikulum IPS yang
bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik
dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal
menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
d.
Progresivisme
Progresivisme;
adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang
praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang
disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan
berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran
Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh
latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai
warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS
dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran
IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya,
misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja
atau narkoba dan lainnya.
e.
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme;
adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada
pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki
agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu,
mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling
relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam
proses pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran
filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan
(inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan
bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya.
Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam
implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta
disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai
sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam
pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan
kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya
siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang
dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan
atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif
melihat fakta dan dapat mendifinisikannya.
2. Landasan
Filosofis Guru IPS dalam Perubahan Zaman
Perkembangan
zaman menuntut perubahan sosial di semua lapisan masyarakat, kemajuan informasi
dan teknologi global merambah negara maju dan negara sedang berkembang termasuk
Indonesia saat ini. Untuk mengimbangi perkembangan dan kemajuan tersebut profil
guru harus mampu melakukan seleksi aneka kecenderungan siswa dalam mengarahkan
proses belajar- mengajar pendidikan IPS. Guru IPS harus pandai memanfaatkan
sumber-sumber informasi dari media massa modern dan peralatan teknologi pengajaran,
tetapi tetap dalam koridor kurikulum yang dipakai saat ini guru senantiasa
mengikuti perkembangan dan perubahan – perubahan yang terjadi.
Secara
sadar atau tidak guru IPS ikut aktif dalam tatanan kerja masa transisi yang
sedang populer saat ini dalam kemajuan belajar melalui Informasi
Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan
filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada
dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah
aliran yang paling hati-hati dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap
Radikal ;adalah sikap paling keranjingan atau mendukung
pembaharuan. Dengan dua sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam
pendekatan pribadi dapat menempati salah satu empat titik utama yang
terletak diantara dua ekstreminitas tersebut.
N.
Daldjoeni dalam buku beliau “Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial” (1992 : 37 –
38) merincikan Empat Titik Utama secara filosofis bagi kinerja guru IPS
dalam melakukan seleksi diantara dua ekstreminitas perkembangan dan perubahan
zaman tersebut adalah sebagai berikut :
(a)
Perenialisme; itu berdasarkan keyakinan adanya kebenaran yang sifatnya
abadi dan mutlak. Sehubungan dengan itu sekolah bertugas membantu para siswa
menemukan kebenaran-kebanaran itu. Faham ini berakar pada filsafat Thomas
Aquino.
(b)
Esensialisme; berisi faham bahwa ada hakekat-hakekat minimum tertentu
yang harus dipertahankan sekolah. Hakekat tersebut dapat berubah-ubah dalam
rentangan zaman, tetapi untuk masa tertentu hakekat itu merupakan endapan dari
pengetahuan dan kebijaksanaan yang berasal dari masa lampau. Inilah yang perelu
diterimakan kepada generasi sekarang di sekolah.
(c)
Progresivisme; beretalian dengan faham William James dan John Dewey
tentang faham ‘pragmatisme’, dimana penyelelidikan sesuatu harus
dilakukan secara ilmiah. Dalam hal itu sekolah merupakan pendahulunya.
(c)
Rekonstruksionisme; meskip ini mirip dengan Progresivisme,
akan tetapi lebih maju lagi, karena secara konkrit ini lebih mendekati tujuan
yang diidamkan oleh progresivisme. Karena itu sekolah diharapkan menjadi
pelopor usaha pembaharuan masyarakat. Filsafat ini dari Theodore Brameld.
D.
Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya kurikulum
tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat
persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan situasi
politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya:
1. Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 menggunakan istilah
Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok
dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan
kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian
digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang
merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan Kewargaan Negara.
2. Kurikulum 1968
Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan
mata pelajaran sebagai perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah
dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan
pembinaan kecakapan khusus.
3. Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum
1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum,
pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam kurikulum 1975
dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan
ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan
sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam
kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP
termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis
mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD
1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung
tercapainya tujuan PMP.
4. Kurikulum 1984
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum
1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata
pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan
Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya
menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum 1975. Ditinjau
dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS1975 dan 1984
menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan
disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan
pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative
(integrated approach)
5. Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan
kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran
yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan
kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi
lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian
sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga
kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994
dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian.
Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses
belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari
bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994
memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar.
6. Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh
perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang
politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang
sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003
disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah
melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi
Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan
informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan
dan kebutuhan setempat
7. Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan
perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali.
Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan nasional dan
politik bangsa yaitu perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara
IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga
negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah
secara terpisah dengan IPS.
0 komentar:
Posting Komentar