Welcome to punyahari.blogspot.com...selamat datang di punyahari.blogspot.com

Rabu, Juni 10, 2009

PENDIDIKAN DALAM QUR'AN 2 (TA'LIM)

PENDIDIKAN DALAM QUR'AN 2 (TA'LIM)

2. Ta’lim
Ta’lim berasal dari kata ‘alama. Kata ‘Alama di dalam quran terdapat 13ayat, ayat Madaniyah terdapat 10 ayat sedangkan ayat Makiyah terdapat 3 ayat. Ayat-ayat tersebut adalah


SURAT
AYAT
MAKI / MADI
Al-Baqarah
30, 33 dan 60
Madinah
Ali imran
7 dan 160
Mekah
Anfal
23 dan 66
Madinah
Nur
41
Madinah
Ja’siyah
9
Mekah
Fath
18 dan 27
Madinah
Muzzamil
18 dan 27
Madinah
















Istilah Ta’lim ini memberi pengertian sebagai suatu proses pemberian Ilmu pengetahuan, pengertian, pemahaman dan tanggung jawab. Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensif untuk mewakili istilah pendidikan adalah istilah ta’lim, menurutnya istilah ini justru lebih universal dibanding dengan proses tarbiyah. Untuk Abudin Nata mengajukan alasan, bahwa taílim berhubungan dengan bekal ilmu pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini misalnya dapat dijelaskan melalui kasus Nabi Adam yang diberikan pengajaran (taílim) oleh Tuhan, dengan sebab ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam (lihat Q.S. Al-Baqarah : 30-34)4
Ayat yang menerangkan tentang ta’lim terbagi menjadi dua fase yaitu, fase Mekkah dan fase Madinah. Perbedaan fase ini di dalam ta’lim (pembelajaran), fase mekkah ta’lim hanya di ajarkan pada fase atau tahap dasar, namun di dalam ayat madinah sudah ta’lim sudah naik ketahap selanjutnya (penjelasan pengetahuan) . Hal ini dapat dilihat pada ayat di bawah ini :
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (Al-Baqarah : 31)

Jalalain mengatakan bahwa ayat ini menjelaskan tentang pengajaran Allah terhadap Adam tentang pengenalan benda-benda mati dan juga makhluk, melalui Qalbunya pengetahuan tersebut diterima oleh Adam.5
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah memberikan kemuliaan kepada Adam berupa ilmu pengetahuan yang di ajarkan oleh Allah swt., berupa pengajaran nama segala macam benda, baik dzat, sifat maupun perbuatannya.6
Abu Bakar al-Jazâiriy mengatakan Allah Ta’ala memberitahukan –dalam rangka menunjukkan qudrat, ilmu serta hikmahNya yang mewajibkan kita beribadah hanya kepadaNya- bahwa Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama semua yang ada (benda-benda) di muka bumi, kemudian Dia Ta’ala mengemukakan hal yang sama kepada para malaikat sembari berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar!" dalam dakwaan kamu sebagai makhluk yang paling mulia dan paling mengetahui, namun mereka tak mampu membuktikan hal itu dan mengumumkan pengakuan mereka tersebut sembari berkata: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Adam: “..beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini”. Lalu dia memberitahukannya kepada mereka dan menyebutkan nama-nama itu satu per-satu bahkan (tidak terlewatkan). Disini tampaklah kemuliaan Adam atas mereka, sehingga Rabb mencela mereka dengan firmanNya: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”.7
Munurut Rasyid Ridho, at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqoroh ayat 31 tentang allama Allah kepada Nabi Adam as, sedangkan proses transmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.8
Hamka mengatakan bahwa tafsir dalam ayat ini adalah Allah menciptakan manusia yaitu Adam, dan Adam diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan panca indera ataupun dengan akal semata.9 Masih menurut Hamka bahwa ayat ini ada satu keterkaitan dengan surat Al-baqarah ayat 33 “Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al-Baqarah : 33), yang menjelaskan bahwa Ilmu Allah itu luas sehingga tidak diberikan semuanya kepada perseorangan dan tidak pula diberikan sekaligus melainkan dari hasil pengamatan dan penelitian mereka sendiri.10

Hal ini senada dengan ucapan Cronbach Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”. Jadi, menurut Cronbach, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera. Dalam proses pembelajaran ini maka Allah mewajibkan seluruh manusia berfikir dan mencari kekurangan dalam pengetahuan tersebut. Dan di dalam proses pembelajaran ini juga membutuhkan waktu yang cukup, sarana dan prasarana yang cuku, pengajar yang kompeten serta metode yang tepat agar hasil yang diperoleh dapat maksimal.
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (Al-Baqarah : 60)

“Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.” (Al-Baqarah : 118)

Jalalain mengatakan bahwa dua ayat ini menjelaskan dengan tujuan yang sama tentang penjelasan tentang ilmu pengetahuan, ayat 60 menjelaskan pengetahuan musa. Ayat 118 menjelaskan pengetahuan Muhammad.11 Peneliti menyimpulkan bahwa Musa A.S mengetahui ilmu geologi sehingga tanah dapat mengeluarkan air untuk bani Israil sedangkan Muhammad mempunyai ilmu kepemimpinan sehingga ketika Yahudi dan Nashrani meminta tanda kekuasaan Muhammad SAW. maka muhammad SAW. Melakukan diplomatis dengan logika dan sabar.
Hal ini juga sejalan dengan pandapat Ibnu Katsir bahwa pengetahuan telah diberikan kepada keduanya. Musa dapat mengeluarkan air untuk bani Israil, sedangkan Muhammad dapat berdiplomasi (logika) dengan baik kepada Yahudi dan Nashrani.12

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran : 7)

Jalalain mengatakan bahwa ayat ini telah jelas hukum dan tujuannya dalam pengambilan penetapan hukum, yaitu dengan ilmu yang jelas, jangan memilih yang Mutasyabihat (yang diragukan) karena akan menjerumuskan seseorang kepada yang salah.13
Ibnu katsir hampir sependapat dengan jalalain, ibnu katsir menjelaskan bahwa ayat ini di bagi menjadi dua Muhkamat dan Mutasyabihat, ayat muhkamat sebagai penetapan hokum dan ilmu sedangkan ayat mutasyabihat tidak bisa di takwilkan dengan mimpi atau sejenisnya, karena bila di tafsirkan akan terselewengkan makna ayat tersebut.14
Lain halnya dengan Hamka bahwa Mutasyabihat bisa dijadikan ilmu pengetahuan asalkan ada ta’wil yang jelas dari Allah SWT. Jika takwil tersebut dari hati yang sesat pasti salah. Dan ini di jelaskan pada lanjutan ayatnya yaitu
وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."15 Hamka membolehkan dalam takwil bersandarkan atas firman Allah yaitu,
وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.” (Ali Imran : 48) 16

Kesimpulan yang dapat diambil dari kata ‘Alama dalam ayat diatas ada beberapa hal yaitu :
1. Pembelajaran dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan, bila perlu melalui pengamatan dan penelitian di lapangan.
2. Pembelajarn harus menggunakan kemampuan daya nalar yang kritis dalam menyikapi suatu permasalahan dalam pembelajaran.
3. Ilmu pengetahuan sangat luas seperti yang Allah jelaskan dalam kitab samawi.
4. Pembelajaran dapat berlangsung baik jika ada sarana dan prasarana, metode yang tepat serta pengajar yang kompeten.
5. Penafsiran dalam ilmu pengetahuan dibolehkan asalkan berada pada argumentasi yang tepat serta didukung dengan data-data yang sesuai dengan fakta.

0 komentar:

Terima Kasih sudah berkunjung ke punyahari.blogspot.com